BLORA, SUARAJATENG – Dana desa adalah bentuk kehadiran negara dalam memperkuat pembangunan dari akar rumput. Kehadirannya menjadi tonggak penting bagi kesejahteraan masyarakat desa. Namun, ironisnya, masih saja terjadi penyalahgunaan dana desa oleh oknum perangkat desa yang melihat anggaran tersebut sebagai “uang pribadi” alih-alih amanah publik.

Undang-undang telah mengatur dengan jelas: dana desa digunakan untuk kepentingan bersama, seperti pembangunan infrastruktur, pemberdayaan masyarakat, dan pembinaan sosial. Tidak ada celah hukum yang memperbolehkan dana tersebut dialihkan untuk membeli mobil pribadi, merenovasi rumah kepala desa, atau membiayai kebutuhan politik individu.

Penyimpangan semacam ini bukan hanya tindakan amoral, tetapi juga masuk ke ranah pidana. Korupsi dana desa merupakan bentuk pengkhianatan terhadap amanah rakyat, dan pelakunya layak diproses hukum hingga ke meja hijau.

Patut diingat, penggunaan dana desa juga sudah diprioritaskan untuk program-program strategis nasional, pemulihan ekonomi, hingga adaptasi kebiasaan baru pasca pandemi. Bila masih ada dana tersisa dan ingin digunakan untuk kegiatan lain, harus melalui mekanisme resmi dan mendapat persetujuan kepala daerah.

Pengawasan pun telah diatur: mulai dari peran BPD hingga keterlibatan aktif masyarakat desa sendiri. Transparansi dan partisipasi publik adalah kunci agar dana desa benar-benar kembali ke rakyat.

Kita tidak boleh tinggal diam. Masyarakat harus berani bersuara jika melihat ada indikasi penyalahgunaan. Karena ketika dana desa diselewengkan, bukan hanya uang yang hilang—tapi juga harapan rakyat kecil yang dikhianati.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *