Surabaya, SuaraJateng.co.id – Kegiatan Bimbingan Teknis (Bimtek) aparatur desa se-Kecamatan Blora yang digelar 3–5 Desember 2025 di Hotel Aria Centra Surabaya kembali memantik kecurigaan publik. Alih-alih memberikan pembinaan, kegiatan ini justru menyeret dugaan pemborosan anggaran dan praktik ketertutupan yang kian mencoreng wajah tata kelola pemerintahan desa.
Tim SuaraJateng.co.id hadir langsung di lokasi sejak pembukaan hingga penutupan sampai rombongan meninggalkan hotel. Dari awal saja, tanda-tanda kejanggalan sudah tampak. Resepsionis hotel memastikan ada kegiatan Bimtek dari Blora, namun ia menegaskan bahwa harga kamar “langsung dari sales” dan tidak diketahui pihak front desk. Sebuah jawaban yang terasa janggal untuk kegiatan pemerintah yang seharusnya transparan dari hulunya.
Lebih jauh, informasi yang dihimpun menunjukkan setiap desa menghabiskan anggaran Rp15 juta untuk tiga hari kegiatan tersebut. Nilai itu bahkan dibenarkan oleh salah satu ketua panitia, tetapi ironisnya tidak satu pun panitia mampu atau mau membuka rincian penggunaan uang negara tersebut.
PANITIA MENUTUPI RINCIAN ANGGARAN, PANITIA TERLIHAT TAK SIAP DIAUDIT
Panitia menolak mentah-mentah permintaan rincian anggaran.
“Rincian anggaran tidak bisa kami sampaikan. Itu ranah inspektorat. Kalau mau tanya ada prosedurnya,”
ujar panitia sambil berusaha mengalihkan pembicaraan.
Padahal ketika tim media hendak menunjukkan surat tugas resmi, Panitia tiba-tiba menghindar dan tidak lagi memberi penjelasan substantif.
Sikap ini kian mempertegas dugaan bahwa ada sesuatu yang sengaja ditutup-tutupi.
BIMTEK DI SURABAYA, NARASUMBER ORANG BLORA SENDIRI — LALU APA YANG DICARI DI KOTA ORANG?
Keanehan tidak berhenti di situ. Kegiatan dilaksanakan di salah satu hotel mewah di Surabaya, sementara seluruh narasumber justru berasal dari Blora.
Pertanyaan publik pun kian menguat:
Untuk apa jauh-jauh ke Surabaya?
Mengapa tidak digelar di Blora agar PAD daerah ikut meningkat?
Apa tidak ada hotel representatif di Blora?
Kalau haya dihotel tidak ada kegiatan studi tiru atau kegiatan diluar hotel, kenapa tidak dilaksanakan diblora saja, apakah blora tidak punya hotel yang mewah yang bisa dipakai bimtek kalau haya untuk menyampaikan materi ?
Saat ditanya mengapa kegiatan digelar di Surabaya, Panita memberikan jawaban yang di luar nalar:
“Kalau dilaksanakan di Blora nanti jadi mark-up.”
Pernyataan tak logis ini bahkan membuat Ketua Panitia Bimtek, Harun (Kepala Desa Purworejo), hanya tersenyum tipis sambil berkata tidak.
Publik bertanya-tanya: Apa yang sebenarnya mereka hindari? Siapa yang sebenarnya diuntungkan dari pemilihan lokasi ini?
IRONIS — MATERI TRANSPARANSI DISAMPAIKAN, TAPI PANITIA SENDIRI TERTUTUP
Lebih miris lagi, narasumber dari Dinas PMD, Suwiji, memberikan materi tentang transparansi dan keterbukaan keuangan desa.
Namun panitia justru melakukan hal sebaliknya.
Saat ditanya soal materi transparansi, Keman lagi-lagi melempar:
“Tanya saja ke Pak Suwiji. Yang memeriksa itu inspektorat.”
Sikap saling lempar ini makin mempertebal dugaan bahwa Bimtek ini justru menjadi ajang “menghabiskan anggaran” dengan dalih kegiatan pembinaan.
WARGA BLORA MENDESAK: KPK & KEJARI HARUS TURUN
Melihat gelagat tidak sehat ini, warga Kabupaten Blora mendesak KPK dan Kejaksaan Negeri Blora segera memeriksa kegiatan Bimtek tersebut.
Uang Rp15 juta dari setiap desa bukan jumlah kecil, terlebih jika dikalikan seluruh desa peserta. Penggunaan satu rupiah pun harus bisa dipertanggungjawabkan.
“Jangan sampai hukum tumpul ke atas, tajam ke bawah. Jika ada penyimpangan, periksa sampai tuntas,”
ujar warga Blora yang mengikuti perkembangan kasus ini.
KESIMPULAN: PUBLIK TAK BUTUH ALASAN, PUBLIK BUTUH TRANSPARANSI
Rilisan ini menjadi alarm keras bagi penegak hukum dan Inspektorat Kabupaten Blora.
Transparansi adalah kewajiban, bukan pilihan.
Jika panitia takut membuka anggaran, publik pantas menduga ada sesuatu yang disembunyikan.
Uang negara harus dikelola dengan jujur, bersih, dan terbuka — bukan dengan alasan-alasan yang dibuat-buat.
(Achmad Gundul)
